Kamis, 27 Februari 2014

ALAT MUSIK TRADISIONAL "ANGKLUNG"



Kesenian musik tradisional indonesia memang sangat banyak jenisnya. Dari Sabang sampai Merauke, di setiap daerah memiliki seni musik yang beragam, begitupun dengan alat musik tradisionalnya. Dan kali ini kita akan membahas alat musik tradisional khas orang sunda, apalagi saya sebagai penulis adalah orang bandung asli. Jadi tidak ada salahnya kita bahas sejarah alat musik kebanggaan orang sunda, yaitu  alat musik angklung.
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi


Musik Angklung Dari Masa Ke Masa
Sejarah alat musik angklung kita awali dari angklung merupakan alat musik tradisional yang berkembang di tatar sunda, Jawa Barat. Alat musik angklung terbuat dari bambu yang dibunyikan dengan cara digoyangkan, sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3 sampai 4 nada dalam setiap ukuran. Jenis bambu yang biasa digunakan untuk alat musik angklung adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen), setiap nada yang dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.

Musik Angklung abad ke-12 sampai ke-16
Dalam sejarah alat musik angklung, sepertinya tidak ada petunjuk pasti tentang kapan alat musik angklung pertama kali digunakan. Namun, alat musik angklung bisa dikatakan pertama kali muncul pada masa kerajaan Sunda di abad ke-12 sampai ke-16. Pandangan masyarakat sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi sebagai makanan pokoknya. Dari sini berawal mitos bahwa angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi milik rakyat dapat tumbuh subur. Dalam masyrakat sunda, Dewi Sri atau Nyai Sri Pohaci merupakan lambang dewi padi. Sejarah alat musik angklung, permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor merupakan salah satu permainan alat musik angklung yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun yang lalu.

Alat Musik Angklung tahun 1938
Sejarah alat musik angklung berlanjut di tahun 1938, Daeng Soetigna menciptakan alat musik angklung yang didasarkan pada suara diatonik. Selain untuk pengiring mantera, pada awalnya alat musik angklung juga digunakan untuk upacara-upacara tertentu, seperti upacara menanam padi. Namun, seiring perkembangannya juga, alat musik angklung digunakan untuk pertunjukan kesenian tradisional yang sifatnya menghibur. Daeng Soetigna juga berhasil menaikan derajat alat musik angklung, sehingga angklung diakui oleh seorang musikus besar asal Australia yang bernama Igor Hmel Nitsky di tahun 1955. Alat musik angklung yang memiliki suara diatonis yang diciptakan oleh Daeng Soetigna juga membuat alat musik angklung diakui pemerintah sebagai alat pendidikan musik.
Dalam sejarah alat musik angklung, permainan musik angklung juga pernah dilarang oleh pemerintah Belanda, karena angklung menjadi alat musik yang membangkitkan semangat nasionalisme penduduk pribumi. Dan hanya anak-anak danpengemis saja yang boleh memainkan alat musik angklung karena dianggap tidak memberikan pengaruh apapun.

Sejarah Alat Musik Angklung tahun 1966
Sejarah alat musik angklung berlanjut ke perkembangan alat musik angklung juga dikembangkan lagi berdasarkan suara musik sunda, yaitu salero, pelog dan madenda. Dan orang yang berjasa mengembangkan hal tersebut adalah Udjo Ngalagena. Udjo juga merupakan salah seorang murid dari Daeng Soetigna, Udjo mengembangkan alat musik angklung di tahun 1966. Dalam wujud mempertahankan kesenian angklung, Udjo atau juga biasa dikenal dengan Mang Udjo membangun sebuah tempat pusat pembuatan dan pengembangan alat musik angklung. Tempat tersebut kemudian diberi nama “Saung Angklung Mang Udjo”. Tempat tersebut berlokasi di Padasuka, Cicaheum, Bandung.
Dalam sejarah alat musik angklung, alat musik angklung memang dikenal berasal dari daerah Jawa Barat. Namun, di beberapa daerah di Indonesia ditemukan juga alat musik tradisional tersebut. Di Bali, alat musik angklung digunakan pada saat ritual ngaben. Di Madura, alat musik angklung digunakan sebagai alat musik pengiring arak-arakan. Selain itu, di Kalimantan Selatan, alat musik angklung digunakan sebagai pengiring pertunjukan Kuda Gepang.
Sejarah musik angklung berlanjut ke alat musik angklung yang telah mendapat pengakuan dunia dari UNESCO yang merupakan Organisasi dunia dibawah naungan PBB yang menangani bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan. Dalam sidang ke-5 Inter-Governmental Comitee UNESCO di Nairobi, Kenya alat musik angklung yang merupakan alat musik tradisional khas Indonesia ditetapkan sebagai The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Alat musik angklung juga pernah memecahkan rekor “Guiness World Record”, dengan permainan angklung dengan peserta multibangsa terbanyak, lebih dari 5000 orang yang memainkan lagu “We Are The World” dengan menggunakan alat musik angklung dalam pemecahan rekor tersebut di Washington DC, Amerika Serikat.
Alat musik tadisional seperti angklung memang harus kita lestarikan, sebelum di akui oleh Bangsa lain. karena kalau kita sebagai bangsa Indonesia sendiri tidak melestarikan kebudayaan Indonesia maka kita akan kehilangan warisan nenek moyang yang sangat berharga. Dan Al hamdulillah sejak November 2010 Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar