Kesenian musik
tradisional indonesia
memang sangat banyak jenisnya. Dari Sabang sampai Merauke, di setiap daerah
memiliki seni musik yang beragam, begitupun dengan alat musik tradisionalnya.
Dan kali ini kita akan membahas alat musik tradisional khas orang sunda,
apalagi saya sebagai penulis adalah orang bandung asli. Jadi tidak ada salahnya
kita bahas sejarah alat musik kebanggaan orang sunda, yaitu alat musik
angklung.
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi
Musik Angklung Dari Masa Ke Masa
Sejarah alat musik angklung kita awali dari angklung merupakan alat musik
tradisional yang berkembang di tatar sunda, Jawa Barat. Alat musik angklung
terbuat dari bambu yang dibunyikan dengan cara digoyangkan, sehingga
menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3 sampai 4 nada dalam
setiap ukuran. Jenis bambu yang biasa digunakan untuk alat musik angklung
adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen), setiap nada yang
dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah setiap ruas bambu
dari ukuran kecil hingga besar.
Musik Angklung abad ke-12 sampai ke-16
Dalam sejarah alat musik angklung, sepertinya tidak ada petunjuk pasti
tentang kapan alat musik angklung pertama kali digunakan. Namun, alat musik
angklung bisa dikatakan pertama kali muncul pada masa kerajaan Sunda di abad
ke-12 sampai ke-16. Pandangan masyarakat sunda yang agraris dengan sumber
kehidupan dari padi sebagai makanan pokoknya. Dari sini berawal mitos bahwa
angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar
tanaman padi milik rakyat dapat tumbuh subur. Dalam masyrakat sunda, Dewi Sri
atau Nyai Sri Pohaci merupakan lambang dewi padi. Sejarah alat musik angklung,
permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor merupakan salah satu permainan alat
musik angklung yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun yang lalu.
Alat Musik Angklung tahun 1938
Sejarah alat musik angklung berlanjut di tahun 1938, Daeng Soetigna
menciptakan alat musik angklung yang didasarkan pada suara diatonik. Selain
untuk pengiring mantera, pada awalnya alat musik angklung juga digunakan untuk
upacara-upacara tertentu, seperti upacara menanam padi. Namun, seiring
perkembangannya juga, alat musik angklung digunakan untuk pertunjukan kesenian
tradisional yang sifatnya menghibur. Daeng Soetigna juga berhasil menaikan
derajat alat musik angklung, sehingga angklung diakui oleh seorang musikus
besar asal Australia yang bernama Igor Hmel Nitsky di tahun 1955. Alat musik
angklung yang memiliki suara diatonis yang diciptakan oleh Daeng Soetigna juga
membuat alat musik angklung diakui pemerintah sebagai alat pendidikan musik.
Dalam sejarah alat musik angklung, permainan musik angklung juga pernah
dilarang oleh pemerintah Belanda, karena angklung menjadi alat musik yang
membangkitkan semangat nasionalisme penduduk pribumi. Dan hanya anak-anak
danpengemis saja yang boleh memainkan alat musik angklung karena dianggap tidak
memberikan pengaruh apapun.
Sejarah Alat Musik Angklung tahun 1966
Sejarah alat musik angklung berlanjut ke perkembangan alat musik angklung
juga dikembangkan lagi berdasarkan suara musik sunda, yaitu salero, pelog dan
madenda. Dan orang yang berjasa mengembangkan hal tersebut adalah Udjo
Ngalagena. Udjo juga merupakan salah seorang murid dari Daeng Soetigna, Udjo
mengembangkan alat musik angklung di tahun 1966. Dalam wujud mempertahankan
kesenian angklung, Udjo atau juga biasa dikenal dengan Mang Udjo membangun
sebuah tempat pusat pembuatan dan pengembangan alat musik angklung. Tempat
tersebut kemudian diberi nama “Saung Angklung Mang Udjo”. Tempat tersebut
berlokasi di Padasuka, Cicaheum, Bandung.
Dalam sejarah alat musik angklung, alat musik angklung memang dikenal
berasal dari daerah Jawa Barat. Namun, di beberapa daerah di Indonesia
ditemukan juga alat musik tradisional tersebut. Di Bali, alat musik angklung
digunakan pada saat ritual ngaben. Di Madura, alat musik angklung digunakan
sebagai alat musik pengiring arak-arakan. Selain itu, di Kalimantan Selatan,
alat musik angklung digunakan sebagai pengiring pertunjukan Kuda Gepang.
Sejarah musik angklung berlanjut ke alat musik angklung yang telah mendapat
pengakuan dunia dari UNESCO yang merupakan Organisasi dunia dibawah naungan PBB
yang menangani bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan. Dalam sidang
ke-5 Inter-Governmental Comitee UNESCO di Nairobi, Kenya alat musik angklung
yang merupakan alat musik tradisional khas Indonesia ditetapkan sebagai The
Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Alat musik angklung juga pernah memecahkan rekor “Guiness World Record”,
dengan permainan angklung dengan peserta multibangsa terbanyak, lebih dari 5000
orang yang memainkan lagu “We Are The World” dengan menggunakan alat musik
angklung dalam pemecahan rekor tersebut di Washington DC, Amerika Serikat.
Alat musik tadisional seperti angklung memang harus kita lestarikan, sebelum
di akui oleh Bangsa lain. karena kalau kita sebagai bangsa Indonesia sendiri
tidak melestarikan kebudayaan Indonesia maka kita akan kehilangan warisan nenek
moyang yang sangat berharga. Dan Al hamdulillah sejak November 2010 Angklung
terdaftar sebagai Karya Agung
Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar