Bawean adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa, sekitar 80 Mil atau 120 kilometer sebelah utara Gresik. Secara administratif, pulau ini termasuk dalam Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Belanda (VOC) masuk pertama kali ke Pulau ini pada tahun 1789 M. Sebelum tahun 1974 M Pulau Bawean masuk dalam wilayah Kabupaten Surabaya sebelum di bentuknya Kabupaten Gresik namun sejak tahun 1974 M pulau Bawean di masukkan kedalam wilayah Kabupaten Gresik karena memang letaknya lebih dekat dengan Kabupaten Gresik
Bawean memiliki 2 kecamatan yaitu Sangkapura dan Tambak. Jumlah penduduknya sekitar 70.000 jiwa yang merupakan pembauran beberapa suku yang berasal dari Jawa, Kalimantan ,Sulawesi, Sumatera dan Madura
termasuk budaya dan bahasanya. Penduduk Bawean kebanyakan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan atau petani selain juga menjadi TKI di Malaysia dan Singapura. Etnis mayoritas penduduk Bawean adalah Suku Bawean, diikuti oleh Suku Jawa, Madura dan suku-suku lain misalnya Bugis, Mandar dan Palembang.
Bahasa pertuturan mereka adalah bahasa Bawean. Bukannya bahasa Madura seperti yg dimaklumkan sebelum ini. Di Malaysia dan Singapura, penyebutan suku ini berubah menjadi Boyan. Mereka menyebut diri mereka orang Boyan, maksudnya orang Bawean.
Kata Bawean berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti ada sinar matahari. Menurut legenda, sekitar tahun 1350, sekelompok pelaut dari Kerajaan Majapahit terjebak badai di Laut Jawa dan akhirnya terdampar di Pulau Bawean pada saat matahari terbit. Kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa pulau ini bernama Buwun , Awal abad ke-16 agama Islam masuk ke Bawean yang dibawa oleh Maulana Umar Mas'ud. Makamnya hingga kini merupakan tujuan peziarah lokal maupun dari luar Bawean.Makam Umar Mas'ud berada di wilayah Sangkapura yang terletak di pantai selatan pulau tersebut. Sedang di pantai utara, tepatnya di desa Diponggo ada kuburan seorang ulama wanita penyebar Islam di daerah itu, namanya Waliyah Zainab, terletak di atas dataran tinggi.
Bawean sering disebut juga Pulau Putri karena banyak laki-laki muda yang merantau ke pulau Jawa atau ke luar negeri. Orang Bawean yang merantau ke Malaysia dan Singapura membentuk perkampungan di sana. Di negeri jiran masyarakat Bawean dikenal dengan istilah orang Boyan. Banyak juga para perantau ini yang berhasil dan menjadi orang terkenal di Indonesia.
Sumber Wikipedia
Banyak wahana unik yang siap menunggu untuk dijelajahi oleh para penikmat wisata alam. Ada danau, pantai, gugusan gunung dan pulau-pulau.
Pulau
yang menyimpan banyak potensi wisata alam ini berada dalam wilayah
Kabupaten Gresik, kurang lebih 80 mil ke arah utara. Dengan luas 194,11
kilometer persegi, pulau terbagi atas dua kecamatan, Kecamatan
Sangkapura di sebelah selatan dan Kecamatan Tambah di bagian utara.
Sebenarnya
petualangan ke Bawean sudah mulai terasa bahkan ketika kita baru dalam
perjalanan laut dari dermaga Gresik. Maklum selama di dalam kapal, perut
terasa dikocok oleh guncangan ombak yang sedikit membuat tubuh
terhuyung, untungnya perjalanan dengan kapal cepat hanya membutuhkan
waktu 3 jam. Padahal dulu sebelum ada kapal cepat, rute ini ditempuh
dalam waktu antara 8-9 jam.
Setelah
kapal bersandar di dermaga Sangkapura, rasa pening akibat perjalanan
laut seketika terbayar ketika kita melihat gugusan bukit dan birunya
langit yang terhampar di balik dermaga. Kini kita telah siap untuk
menjelajahi keindahan dan keunikan yang tersembunyi di balik hamparan
hijau yang merata di Pulau Bawean ini.
Danau Kastoba
Salah
satu keindahan alam dan tujuan utama wisata di Bawean ini adalah Danau
Kastoba. Berada di Desa Peromahan, danau ini berjarak sekitar 5
kilometer ke arah timur dari pusat Kecamatan Tambak. Sama seperti di
tempat lain, danau yang luasnya 527 hektar ini juga menyimpan banyak
cerita turun temurun yang dipercaya oleh masyarakat sekitarnya hingga
sekarang.
Zaman
dulu ketika pulau ini diperintah oleh Ratu Jin, hamparan gunung
menyebar rata di seluruh penjuru pulau, dengan pepohonan lebat yang
subur menghiasi hutannya. Dengan wibawanya semua makhluk tunduk
dihadapannya. Di pulau ini banyak tumbuh pohon kastoba. Namun ada satu
kastoba sakti yang bisa menyembuhkan semua jenis penyakit. Ratu Jin
penguasa pulau ingin pohon sakti ini tetap abadi dengan menjauhkannya
dari ketamakan makhluk-makhluk yang hanya ingin bisa memanfaatkan
kesaktian pohon ini tanpa mau merawatnya. Maka diutuslah sepasang burung
gagak untuk menjaga pohon, termasuk menjaga rahasia tentang kesaktian
pohon itu.
Pada
suatu ketika datanglah seorang kakek yang bersemedi meminta petunjuk
untuk menyembuhkan kebutaan yang dideritanya di bawah pohon sakti ini.
Dan kakek itu tak sengaja mendengar suara bisik-bisik kedua burung gagak
yang tak henti-hentinya membicarakan tentang kesaktian pohon ini. Sang
kakek akhirnya memetik daun kastoba dan mengoleskan getahnya di mata.
Secara ajaib kakek tersebut bisa melihat lagi dan kakek berteriak
kegirangan. Suara kakek itu sangat mengejutkan kedua burung gagak,
mereka sadar telah berbuat ceroboh maka mereka segera melaporkan
kejadian itu pada Ratu Jin.
Ratu
Jin sangat murka mendengar pengakuan mereka dan diusirlah sepasang
burung gagak itu, Ratu juga meminta semua gagak yang ada dh pulau itu
pergi dan melarang anak cucunya untuk kembali. Kisah ini pula yang
dipercaya masyarakat Bawean, mengapa sampai saat ini tidak pernah
terlihat burung gagak di pulau ini. Akhirnya Ratu Jin mencabut pohon
sakti itu hingga ke akarnya, bekas akar yang tercabut inilah yang
selanjutnya sebagai jalan air hingga menggenangi kawasan hutan dan
membentuknya menjadi sebuah telaga.
Kini
pohon Kastoba (euphorbia pulcherrima) yang juga disebut pohon merah
atau di beberapa daerah dikenal sebagai pohon racunan ini sudah sangat
jarang ditemui di Bawean. Namun keelokan danaunya masih bisa dinikmati,
tetap terhampar seolah mengundang keingintahuan para pendatang untuk
berkunjung. Selama perjalanan menuju danau, mata kita akan disegarkan
oleh lebatnya pohon, kita bisa sepuasnya menghirup udara yang segar
tanpa polusi. Bagi yang menyukai trekking, akan sangat menikmati jalanan
yang menanjak sekitar 30 derajat ini. Yang menyukai jalan santai juga
akan terbuai dengan suasana alami yang ada. Diantara hijaunya dedaunan
dari pohon-pohon raksasa yang telah berusia puluhan tahun, terlihat
deretan rumah-rumah di balik bukit seberang yang membentuk sebuah
perkampungan kecil. Sungguh pemandangan yang tak bisa dilukiskan
indahnya.
Rasa
lelah setelah perjalanan kaki sekitar 30 menit akan segera terhapus
begitu sampai di tanjakan terakhir, dimana kesejukan air danau telah
menanti. Ada satu larangan yang tidak boleh dilanggar yaitu dilarang
mengambil bebatuan yang ada di sekitar danau. Mungkin hal inilah yang
menyebabkan warga sekitar membiarkan saja pepohonan yang roboh dimakan
usia hingga masuk ke perairan di pinggir danau. Tapi keadaan ini justru
menambah keunikan dan kesan alami danau dan sekitarnya.
Ada
kebiasaan dari warga Bawean, yaitu setiap pulang dari merantau mereka
pasti akan mengunjungi danau ini. Danau ini pasti ramai di saat musim
libur Lebaran, saat ini mereka mengajak serta seluruh anggota keluarga
untuk berkumpul, bersilahturahmi sambil menikmati bekal yang telah
dibawa dari rumah.
Keunikan
lain dari danau ini adalah warna danau yang sering berubah, bila musim
penghujan warnanya menjadi hijau hingga menjaid kuning kemilau seperti
beminyak di saat kemarau tiba. Kadang danau itu berwarna merah bila ada
seorang wanita yang sedang dalam masa haid mandi di sungai itu.
Pulau Gili
Kurang
lengkap rasanya bila kita ke Bawean tanpa berkunjung ke pulau-pulau
kecil yang banyak tersebar disekitarnya, salah satunya Pulau Gili yang
berada di sebelah tenggara Kecamatan Sangkapura. Namun, anda harus rela
menceburkan diri ke air laut sedalam lutut untuk menuju kapal kecil yang
akan membawa kita menyeberang, karena memang tidak ada dermaga.
Pulau
ini dapat dicapai dalam 30 menit perjalanan menggunakan perahu kecil
yang biasa digunakan nelayan penangkap ikan. Dengan menyewa sebesar
150-200 ribu, rombongan sebanyak 20 orang bisa diangkut pulang pergi ke
pulau yang hanya berpenduduk rekitar 600 jiwa.
Bagi
para penggemar kuliner, anda bisa memuaskan keinginan untuk belanja
lobster disini. Udang besar hasi laut ini diambil langsung oleh nelayan
dari perairan sekitar pulau. Harganya sangat bervariatif, mulai 150 ribu
per kilo. Atau bila kita ingin segera menikmati lezatnya lobster, kita
bisa meminta bantuan warga untuk memasakkan lobster segar.
Bila
kita tak punya kesempatan untuk mengunjungi pulau-pulau di sekitar
Bawean, anda masih bisa mengunjungi pantai di Tanjung Anyar. Biasa
dikenal dengan Jherat Lanjheng atau makam panjang. Pantai ini memiliki
keunikan di pinggiran lautnya yang terdapat makam aneh yang panjangnya
tak kurang dari 10 meter. Konon makam ini adalah makam dari salah
seorang ajudan Aji Saka yang meninggal dalam tugasnya menjaga pusaka Aji
Saka yang saat itu sedang mengembara menjelajahi Pulau Jawa.
Di
pantai ini kita bisa menikmati suasana sore sambil menanti matahari
terbenam, ikan bakar beserta degan segar siap menemani kita. Keramahan
warganya yang berbahasa Madura sebagai bahasa sehari-hari semakin
membuat kita betah berlama-lama menikmati indahnya suasana pantai
Kesenian Lokal
Bila kebetulan ada hajatan di rumah penduduk setempat seperti walimatul ursy, walimatul khitan, selamatan pantai dll, biasanya mereka memainkan suatu seni budaya yang mereka kasih nama Orkes Mandiling, Orkes Mandiling ini adalah satu-satunya budaya seni yang masih dilestarikan di pulau Bawean. meski hanya menggunakan alat music tradisional, tapi musik ini masih enak di dengar dan dinikmati. disamping itu juga Orkesa Mandiling ini di gelar ketika ada tamu penting baik dari kalangan pejabat, tamu dari Malaysia, Singapore dll. mereka akan disambut meriah dengan pagelaran Orkes Mandiling ini.
Budaya Lokal
Bila
anda memiliki waktu lebih, sempatkan untuk berjalan-jalan keluar masuk
kampung kecil, kita akan terkesima melihat bangunan-bangunan berupa
rumah atau gubuk yang terbuat dari kayu jati atau ulin yang masih banyak
dijumpai di depan rumah warga Pulau Bawean. Oleh warga, bangunan ini
disebut durung-durung. Dalam bahasa Jawa, durung artinya belum. Dulu
durung-durung ini digunakan untuk tuan rumah menyilahkan tamunya untuk
beristirahat sebentar sebelum masuk ke bangunan rumah inti, sehingga
tuan rumah bisa menyiapkan jamuan. Durung-durung ini masih banyak
dijumpai di Desa Peromahan. Diperkirakan adanya durung-durung ini
berasal dari budaya suku Madura yang mulai masuk ke Bawean sekitar abad
19 Masehi bersamaan dengan mulai masuknya ajaran agama Islam.
Selain
untuk menghormath tamu, durung-durung juga berfungsi sebagai lumbung
padi. Desainnya membuat padi aman dari tikus, karena bagian atapnya
sangat tinggi dan disanalah padi disimpan. Atap yang masih asli terbuat
dari dedaunan sejenis palm yang tumbuh subur di pulau ini. Dulu setiap
warga memiliki durung-durung di rumahnya, tapi kini tidak semua warga
memilikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar